Sunday, March 4, 2018

Pakan ikan tuna

BAB I
PENDAHULUAN
  1. Bila Ikan Tuna Masuk Kolam
Tuna adalah jenis ikan yang senang melanglang buana. Secara bergerombol, ribuan ikan tuna sirip biru selatan (southern blue fin tuna), misalnya, bisa berpindah dari Samudera Hindia ke sebelah barat Benua Australia hingga Samudera Selatan dekat Kutub. Jarak ribuan kilometer itu ditempuh dengan kecepatan tinggi sehingga jenis ikan pelagis ini tergolong sulit ditangkap.
Untuk menaklukkannya, mereka mengembangkan berbagai jenis alat tangkap dari yang sederhana hingga modern dengan daya tangkap yang intensif. Tak heran dalam beberapa tahun terakhir dilaporkan telah terjadi penurunan jumlah tangkapan ikan penjelajah itu.
Menurut Sam Simorangkir, Ketua I Asosiasi Tuna Indonesia, menurunnya hasil tangkapan ikan tuna di dunia telah terlihat sejak tiga tahun terakhir, yaitu dari produksi 3,9 juta ton pada tahun 1999 menjadi 3,6 juta ton tahun 2002.
Selain jumlah, ia pun menyebut adanya kecenderungan penurunan berat per ekor dalam seperempat abad terakhir ini, yaitu dari 37 kilogram (kg) rata-rata per ekor pada tahun 1973 menjadi 26 kg pada tahun 1999. Hal tersebut menunjukkan menurunnya populasi tuna karena penangkapan berlebih dan berkurangnya ketersediaan serta kualitas sumber pakannya. Populasi tuna di alam yang terus menurun itu belum juga mendorong upaya pengurangan kegiatan penangkapannya. Akibatnya, ikan tuna kini terancam populasinya di muka Bumi.Dalam pertemuan Convention on International Trade in Endangered Species on Wild Fauna And Flora (CITES) pada tahun 1992, telah dinyatakan bahwa ikan tuna sirip biru yang banyak ditangkap di Samudera Pasifik merupakan spesies yang nyaris punah.
  1. Budidaya tuna
Melihat kecenderungan itu, Jepang sebagai konsumen terbesar dari semua jenis ikan tuna menjadi khawatir. Karena itu, bangsa penggemar ikan ini merintis upaya budidaya tuna sebagai upaya mengurangi eksploitasi ikan tuna di laut. Mereka mengembangkan teknik budidaya tuna jenis sirip biru utara (northern blue fin tuna). Dengan keberhasilan itu, Jepang menjadi negara pertama yang membudidayakan ikan pelagis ini dari mulai tahap pemijahan.
Saat ini, budidaya yang dilakukan masih terbatas pada upaya pembesaran, yaitu menangkap anak tuna kemudian dibesarkan di jaring terapung di laut, seperti yang dilakukan Australia. Anak ikan tuna sirip biru yang beratnya 1 kg hingga 5 kg akan dipelihara hingga 2 tahun untuk mencapai berat yang layak dipasarkan. Produksi ternak tuna dari negeri kanguru ini mencapai 7.500 ton tahun lalu.
Selain Australia, beberapa negara Mediterania (seperti Spanyol, Italia, Maroko, Portugis, Malta, Kroasia, dan Turki), Meksiko, dan Jepang telah melakukan upaya pembesaran ikan tuna. Dari negara Mediterania dihasilkan 11.300 ton tuna sirip biru, sedangkan Jepang 3.000 ton tuna jenis yang sama. Namun, untuk membesarkan tuna, masing-masing negara menerapkan periode pembesaran dan ukuran tuna tangkapan yang berbeda. Jepang membesarkan tuna mulai dari ukuran 100 gram hingga 500 gram selama dua hingga tiga tahun, sedangkan kelompok negara Mediterania, tuna dipelihara selama 6 bulan saja, namun berat tuna yang ditangkap dari alam bobotnya 50-200 kg.
Jepang kini telah selangkah lebih maju dengan melakukan pemijahan. Tidak cukup memijah tuna sirip biru, peneliti tuna dari Negeri Matahari terbit ini menyeberang ke Benua Amerika, menjalin kerja sama dengan Panama yang menjadi eksportir tuna terbesar dari Amerika Latin.
Program budidaya tuna jenis albacore di Panama sudah dilakukan delapan tahun lalu. Budidaya itu kini juga sudah sampai tahap pemijahan hingga pembesaran. Namun, pembenihan ikan tuna yang dilakukan sejak tahun 1997 hingga saat ini masih dalam skala laboratorium.
Perhatian Jepang kini beralih ke Indonesia sebagai negara pemasok ikan tuna terbesar ke Jepang. Jepang memang merupakan importir tuna terbesar dari Indonesia. Pada kurun waktu dari Januari hingga Juni 2002 Jepang mengimpor 31.578 ton tuna dari seluruh dunia, sebanyak 9.455 ton di antaranya berasal dari Indonesia. Karena itu, Jepang menganggap kerja sama riset tuna dengan Indonesia merupakan hal penting, seperti yang dikemukakan Presiden Overseas Fishery Cooperation Foundation (OFCF) Junji Kawai saat meresmikan fasilitas riset pembenihan dan pembudidayaan ikan tuna di Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Gondol, Kabupaten Buleleng, Bali, Selasa (22/4) lalu.
Riset pembenihan dan pembudidayaan ikan tuna di Gondol, Bali, diharapkan dapat mengurangi penangkapan ikan tuna di perairan Indonesia. Diketahui, Indonesia termasuk negara dengan jenis tuna terbanyak. Ada enam jenis ikan tuna yang dijumpai di perairan Indonesia, yaitu tuna mata besar (big-eye), tuna sirip biru selatan, tuna sirip kuning (yellow fin tuna), albacore, dan tuna ekor panjang (longtail).
  1. Komoditas ekspor
Bagi Indonesia, menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri, riset tuna merupakan program terobosan yang mempunyai nilai penting. Karena, ikan tuna bagi Indonesia merupakan komoditas ekspor terbesar kedua setelah udang. Dari nilai ekspor sebesar 2 miliar dollar AS per tahun, 20 persen disumbang dari ikan tuna. Ekspor tuna total dari Indonesia mencapai 200.000 ton per tahun.
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) saat ini telah menempatkan budidaya perikanan sebagai program unggulan. Selain ikan tuna, ikan laut yang berhasil dipijah di fasilitas riset budidaya milik DKP meliputi udang, bandeng, kerapu, kakap merah, kepiting, dan teripang.
Untuk melaksanakan riset tuna itu, lembaga Jepang menunjukkan keseriusannya dengan memberi bantuan hibah untuk pembangunan fasilitas pembenihan atau hatchery sebesar Rp 10 miliar dan menyediakan tenaga ahli. Nilai hibah yang akan diberikan sebesar 2, 9 juta dollar AS untuk program riset hingga akhir tahun 2003. Dalam hal ini, pihak Indonesia akan menyediakan lahan dan tenaga teknis. Pelaksanaan kerja sama yang akan berlangsung hingga tahun 2005 mulai dilakukan setelah penandatanganan kerja sama antara kedua belah pihak pada 21 Agustus 2001.
Riset tuna di Gondol, Bali, jelas Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan DKP Indroyono Susilo, diawali dengan menangkap induk tuna di laut. “Saat ini baru tertangkap 5 induk tuna yang telah dipelihara di bak atau kolam khusus,” jelasnya.
Kemudian akan dilakukan riset pembiakan dari telur menjadi gonad. Tahap berikutnya adalah riset pakannya agar berprotein namun tidak membuatnya gemuk sehingga sesuai dengan pakan alaminya. Pada tahap terakhir riset yang direncanakan selama tiga tahun ini adalah riset penyakit dan obatnya.
Dalam pelaksanaan budidaya tuna, ujar Kepala Pusat Perikanan Budidaya DKP Ketut Sugama, ada beberapa tingkat kesulitan, antara lain pada penangkapan induk tuna di alam. Karena kegesitan gerak ikan ini diperlukan kapal berkecepatan tinggi. Penangkapannya dengan pancing juga harus diatur agar tidak membuat bakal induk tuna itu mati karena luka atau kekurangan air selama dalam penyimpanan di kapal.
Tuna yang biasa bergerak lincah ini bila dipelihara di kolam akan mengalami peningkatan pesat bobot tubuhnya. Tuna sirip kuning yang diteliti beratnya saat ditangkap 4 kg. Namun, setelah dipelihara selama dua tahun dalam jaring apung di laut bisa menjadi 80 kg. Namun, bila dipelihara di kolam, ikan ini akan kurang bergerak sehingga kandungan lemaknya akan naik cepat dari sekitar 0,1 hingga 0,5 persen berat tubuhnya menjadi 10 hingga 20 persen dalam waktu dua bulan.
  1. Peternakan tuna
Budidaya tuna sebenarnya telah mulai dirintis lima tahun lalu oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dengan mengembangkan sistem jaring apung di laut, seperti yang dilakukan Australia. Di negara benua ini, tuna berukuran kecil ditangkap dari alam dengan towing cage kemudian dipindahkan ke sangkar jaring di tepi pantai. Tuna dipelihara sampai mencapai ukuran ekonomis tertentu, baru dijual. Husni Amrullah, peneliti BPPT yang pernah menjadi Koordinator Tim Studi Tuna, menjelaskan, tujuan dari uji coba budidaya tuna yang rencananya akan dilakukan di Pulau Seram, Ambon, itu untuk meningkatkan perekonomian nelayan di Kawasan Timur Indonesia. Diketahui, Indonesia termasuk 10 besar negara pengekspor tuna, namun tuna Indonesia dihargai rendah karena kualitas hasil tangkapannya rendah. “Sistem penampungan sementara di jaring terapung atau kolam khusus dekat pantai dapat mengatasi masalah itu,” ujar Husni yang pernah diperbantukan di DKP sebagai Direktur Pembenihan Ditjen Perikanan Budidaya DKP.
Pada program budidaya tuna BPPT beberapa tahun lalu, sempat dijalin kerja sama dengan Latoka Mina Raya untuk melakukan riset bersama dan mengkaji kelayakannya dari berbagai sudut, termasuk segi ekonomisnya. Dalam hal ini diusulkan kegiatan ini masuk dalam program Riset Unggulan Kemitraan. Program itu sayangnya berhenti sampai tahap awal karena kendala pendanaannya.
Menurut dia, upaya penangkapan ikan tuna muda untuk budidaya bisa dilakukan dengan dua tujuan, untuk pembesaran semata lalu dipasarkan dan mencari induk untuk tujuan pemijahan. Namun, budidaya untuk tujuan pembesaran di jaring apung ini memerlukan biaya yang mahal. Apalagi pemeliharaannya di kolam memerlukan sistem sirkulasi dan pengaturan kondisi lingkungan kolam yang sesuai dengan habitat ikan tuna tersebut.
BAB II
BUDIDAYA TUNA: SUATU KENISCAYAAN
Tuna bagi hampir semua masyarakat Jepang dan bahkan dunia bukan lagi hal yang baru. Ikan ini sangat terkenal dan menjadi idola bagi si pemburu dollar. Tuna juga sangat digemari karena kelezatan rasa dan aromanya. Ikan tuna termasuk dalam family scrombidae, jenis ikan berbentuk torpedo, perenang cepat dan bisa mencapai berat 500 kg.
Ikan ini juga mempunyai wilayah migrasi yang cukup luas yakni tersebar hampir di 100 negara. Salah satunya adalah Southern Bluefin Tuna yang memijah pada musim panas bulan September sampai Maret di perairan barat selatan Jawa dan kemudian bergerak dan ditemukan di daerah selatan antara 30 – 50o Lintang Selatan. Anak-anak ikan ini kemudian bergerak dan menyebar ke laut Selatan, laut Atlantik Selatan dan kembali ke laut Hindia untuk memijah.
 



Gambar 1. Tuna (a) Southern bluefin tuna (Thunnus maccoyii), jenis tuna yang paling dicari; (b) “Toro” sashimi, bagian daging tuna yang paling enak dan mahal.
Namun suatu laporan yang mencengangkan ditulis oleh Worm dkk dalam majalah Science (2006) menyebutkan bahwa persediaan ikan dunia (perikanan tangkap) akan musnah pada tahun 2048 bila perburuan ikan, utamanya ikan tuna, masih terus menggila seperti saat ini dan tidak adanya upaya pembatasan dalam pengelolaan perikanan tangkap. Hal ini dibuktikan pula dengan produksi tangkapan ikan tuna dunia yang terus menurun dari tahun ke tahun.
Jepang sebagai negara pemakan ikan terbesar di dunia mengalamai fluktuasi dalam produk tuna Jepang dari hasil penangkapan dalam kurun waktu 40 tahun (tahun 1950 ・2000). Produk hasil tangkapan bluefin tuna Jepang (telah) mencapai puncaknya pada tahun 60-an yang hampir mendekati 80.000 ton dan kemudian menurun sampai tahun 1990 yang hanya mencapai 10.000 ton dan tidak pernah bangkit lagi hingga tahun 2000.
                     Gambar. 2.  Produksi hasil tangkapan ikan bluefin tuna dalam kurun waktu
40 tahun : (a). Jepang (b). Australia.

Demikian pula halnya dengan Australia yang hanya mencapai puncak produksi tuna sekitar 20.000 ton di tahun 1982 dan kemudian menurun drastis menjadi 6000 ton di tahun 1990 sampai tahun 2000. Laporan Japan Fisheries Agency 2005 menegaskan bahwa umumnya jumlah populasi ikan tuna semisal tuna sirip biru (bluefin tuna), West atlantic bluefin, tuna albacore, tuna pasifik, dan tuna mata besar mengalami penurunan stok akibat penangkapan berlebih. Hal ini dapat pula dibuktikan dengan nilai volume impor ikan tuna ke Jepang sebesar 269.63 juta yen di tahun 2002 menjadi 248.92 juta yen atau menurun 3.7% di tahun 2005.
Kenyataan ini membuat khawatir akan musnahnya ikan tuna dunia dan pada akhirnya dibuatlah berbagai kebijakan untuk menyelamatkan keberlangsungan sumberdaya tuna yang meliputi pengumpulan data-data statistik sumber daya tuna setiap negara untuk memonitor sistem perdagangannya, pelarangan ekspor tuna ilegal dan pelarangan perdagangan alat tangkap yang tidak direkomendasikan untuk dipakai seperti pukat harimau. Selain itu pengaturan penangkapan tuna perlu dilakukan di setiap negara semisal pembatasan ukuran mata jaring, lisensi, dan pembatasan kuota penangkapan.
Jepang sebagai negara importir and konsumen tuna terbesar di dunia telah memulai usaha untuk ini dengan membentuk lembaga hukum guna memproteksi dan mengelola tuna pada tahun 1996. Kemudian pada tahun 1998, Food and Agriculture Organizaton of the United Nations (FAO) membentuk  lembaga internasional yang bernama International Plan of Action for management of Fishing Capacity. Ini dimaksudkan agar sumber daya ikan tuna dunia tidak punah dan untuk menepis kehawatiran tersebut.
Selain itu budidaya ikan sebagai usaha yang salah satunya bertujuan memelihara sumberdaya hayati laut termasuk ikan tuna menjadi suatu keniscayaan untuk mengatasi masalah ini. Beberapa negara di antaranya Australia dan Mexico telah memulai usaha budidaya ikan tuna dan bahkan lebih jauh Jepang berhasil mengembangkan riset ikan tuna mulai dari tahap pemijahan hingga pemeliharaan tuna ukuran konsumsi.
  1.  TIPE BUDIDAYA TUNA
Secara umum ada dua tipe budidaya  yang dikembangkan dalam budidaya tuna adalah :
        1. Penggemukan anak tuna.
Metode ini umumnya dilakukan oleh Australia, tepatnya di Port Lincoln yang dimulai sekitar tahun 1991 dengan cara menangkap anak-anak tuna berukuran panjang 120 cm dengan berat sekitar 30-50 kg. Anak-anak tuna ini ditangkap di perairan selatan Australia dan kemudian dibesarkan (digemukkan) dalam jaring apung laut (ponton laut) selama 3-5 bulan sampai mencapai ukuran konsumsi untuk dipasarkan sebagian besar ke Jepang.
Sebelum adanya kegiatan budidaya tuna di tahun 1996, nilai ekspor tuna Australia hanya sebesar 6 juta US $, 8namun semenjak digalakkaannya usaha budidaya, Australia berhasil mendongkrak nilai ekspor tunanya sebesar 202 juta US $ di tahun 1999/2000 dan meningkat lagi di tahun 2002/2003 menjadi 320 juta US $.
Anak-anak tuna ditangkap dengan mengunakan purse seine dan setelah terjaring ikannya tetap berada di air laut (dalam jarring) dan ditarik dengan kapal berkecepatan kecepatan 1 ・2 knot. Setelah tiba di lokasi budidaya langsung dipindah ke dalam pontoon (karamba jarring apung).






             Gambar 3. Jaring apung ( Ponton) pemeliharaan tuna
Bentuk pontoon (karamba jaring apung tuna) sebaiknya adalah lingkaran berdiameter 30 ・40 meter terbuat dan dari plastik polietilene hitam. Ring-ringnya terapung dipermukaan air dan ditopang dengan tiang penyangga. Tiap 2 jaring dihubungkan dengan pelampung. Adapun jaring bagian dalam yang berisi tuna, mempunyai ukuran mata jaring  60 mm ・90 mm dan kedalaman jaring 12 ・20 meter. Dasar jaring diletakkan berada paling sedikit 5 meter dari permukaan dasar laut. Sementara jaring bagian luar dipakai untuk mencegahnya dari pemangsaan ikan hiu atau untuk mencegah adanya tuna yang terlepas. Ukuran mata jaring luar ini sebesar 150 mm ・200 mm. Namun studi terbaru menyimpulkan bahwa jaring luar tidak diperlukan untuk menghemat ongkos produksi.
Harga satu jaring sebesar 80.000 ・200.000 US$. Satu unit jaring apung standar mampu menampung 2000 ekor anak tuna dan itu tergantung berapa diameter jaring dan daya tampung maksimum yang diizinkan, idealnya 4 kg per meter kubik air. Jaring apung dengan diameter 40 m menyediakan volume sebesar 80% lebih besar dari jaring dengan diameter 30 m, dan seterusnya bila jaring apung tersebut berdiameter 50 m maka akan mempunyai 60% volume lebih besar lagi dalam jumlah ikan yang bisa dipelihara.
                           




Gambar 4.  Suasana dalam jaring apung ikan tuna.
Ikan tuna yang tertangkap diberi pakan 2 kali sehari dengan menu ikan sarden atau ikan mackerel. Namun saat ini sudah dikembangkan dengan pembuatan dan pemberian makanan buatan (pellet) yang lebih tinggi tingkat efisiensi konsumsi pakannya dan dapat menghemat biaya.



Gambar 5.  Jenis ikan sarden dan mackerel menjadi santapan tuna 2 kali sehari
Namun perlu dicatat bahwa industri budidaya tuna bukanlah perkara yang mudah karena harus didukung dengan tenaga-tenaga ahli yang berpengalaman dan mempunyai latar belakang dalam perikanan tuna. Kemudian setiap industri harus mengikuti quota aturan lembaga perlindungan tuna FAO yang harus melaporkan jumlah ikan tuna yang dijual ke pasar internasional.
Selain itu biaya pembuatan pontoon (jaring apung), penyediaan kapal penangkap benih ikan tuna, tersedianya tenaga ahli penangkapan ikan tuna dan pengetahuan yang mendalam tentang bagaimana mengoperasikan suatu kegiatan budidaya tuna di laut lepas.
2. Penanganan induk hingga pemeliharaan benih
Teknik ini adalah umum dilakukan untuk suatu kegiatan budidaya yakni mulai dari penanganan induk hingga pemeliharaan benih sampai ukuran konsumsi. Jepang patut menjadi contoh dalam usaha teknologi pembenihan tuna.
Melalui riset yang dikembangkan sejak tahun 1970, Universitas Kinki berhasil memijahkan induk yang berumur 5 tahun (dipelihara dari tahun 1970 s.d. akhir 1974) di dalam jaring apung. Namun teknologi budidaya tuna secara lengkap mulai dari penanganan induk, pemijahan, pakan awal larva, teknik pemeliharaan larva dan pemeliharaan benih baru berhasil dicapai pada tahun 1995 meskipun larva yang ada hanya bertahan hidup selama 47 hari. Usaha pemeliharaan tuna di Jepang yang juga menjadi lembaga riset tuna telah dilakukan di lokasi-lokasi selatan Jepang
Gambar 1. Lokasi-lokasi riset budidaya tuna di Jepang
  1.  KONDISI PERAIRAN DAN JARING APUNG
Kondisi perairan yang cocok untuk budidaya tuna diantaranya adalah suhu perairan berkisar 15 – 28oC, perairan budidaya tidak tercemari oleh buangan lumpur sungai, aliran arus laut yang cukup, tingkat penetrasi cahaya yang cukup besar dan tingkat oksigen terlarut yang tinggi. Bentuk jaring apung harus dirubah dari kubus dan segiempat ke bentuk lingkaran untuk menyesuaikan dengan tipe berenang tuna. Satu set jaring apung berukuran  panjang 120 m, lebar 50 meter dan kedalaman 30 m untuk jaring apung induk yang dipelihara di laut.
  1. PEMELIHARAAN CALON INDUK
Calon induk dipelihara sejak masih benih yang berasal dari hasil tangkapan trap net atau trolling net. Benih-benih ini digunakan untuk penelitian dan dipelihara sampai matang gonad. Pemilihan calon induk yang berasal dari benih dan bukan dari induk laut disebabkan induk-induk yang berasal dari hasil tangkapan umumnya mati dalam perjalanan atau minimal terluka saat ditangkap.
Calon-calon induk ini diberi pakan ikan segar dan ikan es seperti teri, mackerel, horse mackerel dan cumi-cumi tergantung pertumbuhannya. Mackerel umumnya digunakan karena ukurannya yang cocok untuk mulut tuna. Berbagai vitamin dan enzim ditambahkan ke pakan tersebut untuk mendukung pertumbuhannya. Tingkat pemberian pakan sebesar 2-5% berat tubuh pada 1-2 kali perhari, tergantung suhu perairan dan ukuran tubuh. Pakan buatan sementara ini belum digunakan. Studi-studi tentang nutrisi pakan yang cocok buat tuna belum memadai. Melalui pengembangan pakan buatan diharapkan akan memudahkan untuk memasukkan bahan-bahan hormon yang kelak dapat mempercepat pemijahannya.
  1. PEMIJAHAN
Adalah hal yang sulit untuk memelihara induk tuna dalam kolam beton sebagaimana induk-induk ikan lainnya karena ukuran tubuhnya yang besar. Oleh karena itu tidak mudah pula untuk dilakukan pemijahan buatan menggunakan manipulasi lingkungan atau pemberian hormon.  Pemijahan yang dilakukan sekarang sebatas mengikuti kondisi pemijahannya di alam. Pemijahan ikan tuna pertama terjadi di jaring apung di Universitas Kinki Jepang.
Ikan yang memijah berumur 5 tahun yang dipelihara pada jaring apung berdiameter 30 m dan kedalam 7 meter pada suhu 21.8 – 25.6oC.  Jumlah telur yang dipijahkan sebanyak 160 x 104 butir dan larva yang hidup  hanya bertahan selama 47 hari dari waktu menetas.  Pemijahan mulai terjadi pada jam 5 sore dan mulai mengeluarkan telurnya pada jam 7 malam hingga jam 9 malam.
Sebelum memijah, terlihat 1-2 ekor induk jantan merubah warnanya menjadi hitam saat seekor induk betina menunjukkan rangsangan untuk memijah di Amami. Perubahan warna induk jantan dari biru ke hitam erat kaitannya dengan rangsangan hormonal induk betina sesaat sebelum melepaskan telurnya.

Induk tuna tidak selamanya memijah tiap tahun. Misalnya induk yang memijah ditahun 1987 kemudian memijah kembali 7 tahun kemudian (1994) dan 2 tahun berikutnya berturut-turut (1995 dan 1996).  Oleh karena itu diperlukan teknologi yang memungkinkan ikan tuna dapat memijah setiap tahunnya.
  1. KONDISI PENETASAN TELUR
Telur ikan tuna menetas setelah 32 jam pada suhu 24oC selama setengah jam.  Larva yang hidup hanya bertahan selama 47 jam setelah menetas (Kumai 1995). Tingkat penetasan telur pada induk tuna berumur 9-10 tahu adalah 83% sedangkan tingkat penetasan telur pada induk yang berumur 7 tahun adalah 88.3%.
  1. PEMELIHARAAN LARVA
Di pusat Penelitian Tuna Amami, Larva dipelihara pada suhu 24.6-27.8oC dan diberi pakan rotifera, artemia dan larva ikan hidup. Pada tahap ini tingkat kelangsungan hidup larva sangat rendah dimana 5 hari pertama larva yang hidup tinggal 20% dan kemudian pada hari ke-10 tingkat kelangsungan hidupnya tinggal 10%.  Pada hari ke-20 setelah menetas, terjadi kematian yang tinggi akibat kanibalisme.selanjutnya akibat lain dari tingginya tingkat kematian adalah saat pemindahan larva ke jarring apung.










                                                                          
          Gambar 2.  Tingkat kelangsungan hidup larva tuna setelah pemijahan (JASFA, 1999)
  1. JENIS-JENIS TUNA BUDIDAYA
Pada dasarnya semua jenis tuna dapat dibudidayakan. Namun teknologi budidaya yang ada untuk saat ini masih terbatas pada jenis pemeliharaan tuna yang ditangkap/diperoleh dari alam. Sementara teknologi pemeliharaan tuna yang berasal dari pemijahan buatan belum berhasil karena rendahnya tingkat kelangsungan hidup.
Ada 7 jenis tuna yang dapat dibudidayakan yakni : Bluefin tuna (Thunnus thynnus); Southern bluefin tuna (Thunnus maccoyii ); blackfin tuna (Thunnus atlanticus), Yellowfin tuna (Thunnus albacares),  Albacore (Thunnus alalunga), Tuna mata besar (Thunnus obesus) dan tuna ekor panjang (Thunnus tonggol ).
  1. Bluefin tuna
Dikenal pula sebagai “giant tuna” karena jenis ini memiliki tubuh terbesar (bisa mencapai 500 kg) pada golongan ikan tuna. Ikan ini memiliki wilayah distribusi yang luas dibelahan bumi utara, sejumlah besar tertangkap diperairan lautan jepang, dari atlantik utara dan dari laut mediteranian.
Untuk wilayah Jepang, ikan tuna hasil budidaya dikapalkan dari Wakayama, Okinawa dan Amami-Oshima; juga beberapa negara seperti Spanyol, Turki dan Meksiko mengekspor tunanya ke jepang. Pemilihan kualitas harga ditentukan oleh kulaitas daging dan warna.  Tuna toro atau belly adalah bagian daging tuna yang paling popular di jepang yang harganya bisa beberapa kali lipat dari bagian daging tuna lainnya.

                                                           Bluefin tuna
  1. Southern Bluefin Tuna
Di Jepang dikenal sebagai “Indian tuna”, ikan ini mirip dengan bluefin tuna hanya sedikit lebih kecil. Yang paling besar dapat mencapai panjang 2 meter dan berat kurang dari 200 kg. Wilayah sebarannya meliputi belahan dunia selatan yang bisa ditangkap di wilayah perairan sekitar Australia, Selandia Baru dan Afrika Selatan.
Australia mengekspor sekitar 8000 ton ke jepang. Telah dibudidayakan di daerah selatan Australia, tepatnya di Port Lincoln. Kualitas dagingnya mirip dengan bluefin tuna dan seperti halnya bluefin tuna, dagingnya dimanfaatkan sebagai sushi dan sashimi bernilai tinggi.




Southern Bluefin Tuna

  1. Tuna mata besar
Wilayah sebarannya cukup luas yang tersebar mulai dari daerah tropis hingga ke daerah beriklim empat kecuali laut mediteranian.  Disebut ikan tuna mata besar sebab memiliki ukuran  mata yang besar. Mereka bermigrasi musiman pada daerah selatan, samudera pasifik ,lautan hindia dan utara , Lautan Atlantik untuk mencari makanan dan memijah. Ia lebih kecil dari bluefin tuna.
Jumlah hasil tangkapan adalah yang terbanyak dibanding jenis ikan tuna lainnya.  Karena jumlahnya yang banyak, harga ikan ini lebih murah dibanding bluefin tuna. Ukuran panjang tuna mata besar berkisar antara 20 – 37 inchi dan dapat hidup panjang lebih dari 9 tahun.  Mereka dapat memijah sepanjang tahun dalam gerombolannya dengan menghasilkan telur pada induk betina berkisar antara 3 – 6 juta telur.  Ikan ini biasa makan pada malam hari dari jenis ikan (mackerel),  cumi-cumi, udang yang ada dipermukaan hingga kedalaman 500 kaki






Tuna mata besar
  1. Yellow-finned Tuna
Tuna sirip kuning tersebar di daerah tropis di seantero dunia. Di Jepang mereka hidup di perairan hangat pada pertemuan arus panas di Hokkaido dan dapat ditangkap pada awal musim panas saat  bluefin tuna sedikit.  Philipina dan Guam mengekspor jenis tuna ini ke jepang. Dinamakan yellowfin karena pada sisi samping dan sirip ikan ini berwarna kuning. Umumnya yellowfin tuna dimanfaatkan untuk ikan tuna kaleng dan harganya lebih rendah dari tuna albacore.
        




Yellow fin tuna
  1. Albacore atau Long-finned Tuna
Memiliki beberapa nama seperti Pasifik albacore, tombo dan “tuna putih”, tersebar luas pada perairan hangat dunia di utara Pasifik dan Kepulauan Hawaii. Mereka mempunyai daging yang agak kemerahan, namun sebagian besar dagingnya berwarna agak putih seperti susu semisal ayam saat dimasak. Umumnya ikan ini dimanfaatkan untuk ikan kaleng tuna putih. Akhir-akhir ini ukuran tuna yang tertangkap lebih kecil, dan ditangkap pada pasang tinggi, pada suhu perairan dingin. Daging tuna ini dijual di restoran-restoran sushi Jepang dan dikenal dengan nama bintoro.


Tuna albacore


BAB III
PENUTUP
Indonesia sebagai negara maritim dengan kekayaan laut yang melimpah termasuk tuna dapat diharapkan suatu saat mampu juga mengikuti jejak Jepang, Australia dan mexico dalam pembudidayaan ikan tuna. Khusus untuk jenis southern bluefin tuna yang daerah pemijahannya di selatan jawa dan perairan nusa tenggara mungkin dapat menjadi contoh lokasi pemeliharaan tuna masa depan. Begitupun daerah-daerah dekat perairan pasifik seperti utara Maluku dan Irian.
Usaha-usaha pembudidayaan Tuna di Indonesia sebenarnya sudah mulai dirintis oleh Balai Riset Budidaya Besar Laut Gondol Bali namun masih mngalami kendala-kedala teknis utamanya teknologi pembenihan. Terlepas dari semua itu budidaya tuna menjadi suatu keniscayaan mengingat sumberdayanya yang semakin menipis dari tahun ke tahun. Penghasilan devisa negara dari bidang perikanan dapat ditingkatkan bila di masa depan Indonesia mampu untuk membudidayakan jenis ikan yang mahal dan menjadi primadona ekspor ini. Semoga.

No comments:

Post a Comment